Terinspirasi dari
perkuliahan filsafat ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA pada:
Hari, tanggal : Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul : 07.30 – 09.10
Tempat : Ruang 306 B Gedung Lama PPs UNY
Menurut
Immanuel Kant, prinsip dunia terdiri dari dua yaitu prinsip identitas dan prinsip
kontradiksi. Jika ditinjau secara filsafat, maka pembahasannya akan lebih
mendalam dan bersifat ontologis. Prinsip identitas menyebutkan bahwa aku sama
dengan aku dan yang ada sama dengan yang ada. Padahal di dunia nyata, kita tidak
dapat mencapai aku sama dengan aku dan yang ada sama dengan yang ada. Hal ini akan
dapat tercapai hanya apabila diandaikan, di dalam pikiran, atau di akhirat
nanti.
Saat
di dunia ini, segala sesuatu mengalami perubahan karena sensitif terhadap ruang
dan waktu. Contohnya:
- Ketika melihat gelas maka gelas yang dilihat sudah berubah dari gelas yang tadi menjadi gelas yang sekarang.
- Ketika meminum air panas, belum selesai diminum, dia sudah berubah menjadi lebih dingin.
- Ketika aku menyebut diriku, belum selesai aku menyebut diriku, diriku telah berubah dari diriku yang tadi menjadi diriku yang sekarang, dan diriku yang sekarang menjadi diriku yang nanti.
- Ketika menyebutkan 3 = 3, maka 3 yang kanan berbeda dengan 3 yang kiri dan 3 yang pertama berbeda dengan 3 yang kedua.
Berdasarkan
contoh-contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebenar-benarnya konsisten
hanya ada di pikiran kita. Matematika murni atau matematika aksiomatik
berdasarkan definisi. Definisi tersebut tidak boleh kontradiksi dengan teoremanya,
lemmanya, dan postulatnya. Itulah yang disebut kekonsistenan. Matematika dikatakan
salah apabila mengalami kontradiksi dalam matematika atau tidak konsisten.
Dengan
demikian, secara filsafat, matematika hanya benar ketika masih dipikirkan. Ketika
sudah ditulis atau diucapkan maka dikatakan salah. Itulah yang dikatakan
sebenar-benarnya konsisten.
~~0~~