Mathematics may not teach us how to add love or minus hate, but it gives us every reason to hope that every problem has a solution...

Selasa, 04 November 2014

Kekonsistenan Matematika Menurut Kacamata Filsafat


Terinspirasi dari perkuliahan filsafat ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA pada:
Hari, tanggal    : Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul               : 07.30 – 09.10
Tempat            : Ruang 306 B Gedung Lama PPs UNY

Menurut Immanuel Kant, prinsip dunia terdiri dari dua yaitu prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Jika ditinjau secara filsafat, maka pembahasannya akan lebih mendalam dan bersifat ontologis. Prinsip identitas menyebutkan bahwa aku sama dengan aku dan yang ada sama dengan yang ada. Padahal di dunia nyata, kita tidak dapat mencapai aku sama dengan aku dan yang ada sama dengan yang ada. Hal ini akan dapat tercapai hanya apabila diandaikan, di dalam pikiran, atau di akhirat nanti.
Saat di dunia ini, segala sesuatu mengalami perubahan karena sensitif terhadap ruang dan waktu. Contohnya:
  • Ketika melihat gelas maka gelas yang dilihat sudah berubah dari gelas yang tadi menjadi gelas yang sekarang.
  • Ketika meminum air panas, belum selesai diminum, dia sudah berubah menjadi lebih dingin.
  • Ketika aku menyebut diriku, belum selesai aku menyebut diriku, diriku telah berubah dari diriku yang tadi menjadi diriku yang sekarang, dan diriku yang sekarang menjadi diriku yang nanti.
  • Ketika menyebutkan 3 = 3, maka 3 yang kanan berbeda dengan 3 yang kiri dan 3 yang pertama berbeda dengan 3 yang kedua.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebenar-benarnya konsisten hanya ada di pikiran kita. Matematika murni atau matematika aksiomatik berdasarkan definisi. Definisi tersebut tidak boleh kontradiksi dengan teoremanya, lemmanya, dan postulatnya. Itulah yang disebut kekonsistenan. Matematika dikatakan salah apabila mengalami kontradiksi dalam matematika atau tidak konsisten.
Dengan demikian, secara filsafat, matematika hanya benar ketika masih dipikirkan. Ketika sudah ditulis atau diucapkan maka dikatakan salah. Itulah yang dikatakan sebenar-benarnya konsisten.  
~~0~~

Meluruhkan Ego dengan Berfilsafat


Terinspirasi dari perkuliahan filsafat ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA pada:
Hari, tanggal    : Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul               : 07.30 – 09.10
Tempat            : Ruang 306 B Gedung Lama PPs UNY

Dalam belajar filsafat pada mata kuliah filsafat ilmu memiliki tujuan untuk memperoleh keikhlasan dalam rangka peningkatan nilai-nilai spiritualitas. Adapun tugas-tugas yang diberikan meliputi membuat komentar berbagai macam elegi-elegi dan tes singkat yang digunakan sebagai instrumen. Dari tugas-tugas tersebut, komentar dalam elegi menunjukkan kualitas seseorang dan hasil tes singkat memberikan hikmah untuk meluruhkan ego sehingga timbul keikhlasan.
Setelah membaca elegi-elegi dan tes singkat, konsep-konsep yang awalnya diyakini para mahasiswa menjadi berantakan. Alhasil, perolehan nilai tes singkat rata-rata 0. Dengan pencapaian rata-rata 0, akan membuat mahasiswa dapat meluruhkan ego yang dimiliki. Hal ini menjadi penting karena dunia akan semakin tertutup oleh egonya masing-masing.
Langkah-langkah dalam befilsafat dilakukan secara bertahap. Langkah awal yaitu meluruhkan ego kemudian mempelajari filsafat secara berproses dengan keikhlasan sehingga timbul nilai-nilai spiritualitas. Nilai-nilai spritualitas akan menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan yang nantinya pasti bermanfaat.
~~0~~